Wednesday, April 16, 2025
DaerahIndramayu Kembangkan IPHA Demi Pertanian yang Hemat Air

Indramayu Kembangkan IPHA Demi Pertanian yang Hemat Air

Ads

Indramayu, Reformasi.co.id – Kabupaten Indramayu terus mengembangkan Sistem Irigasi Padi Hemat Air (IPHA) guna menghadapi potensi kekeringan di wilayah hilir irigasi. Sistem ini dinilai efektif menghemat air sekaligus meningkatkan hasil panen padi.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Indramayu, Sugeng Heriyanto, menjelaskan bahwa IPHA dirancang agar petani menggunakan air secara bijak.

“Padi bukan tumbuhan air, tetapi membutuhkan air. Dengan IPHA, air di sawah tidak harus melimpah, cukup dalam kondisi basah atau cemek-cemek,” ujarnya, Senin (20/1/2025) kemarin.

Penerapan IPHA telah dilakukan di Desa Sukamulya, Kecamatan Tukdana, yang dijadikan demplot atau lahan percontohan. Program ini melibatkan kerja sama Pemerintah Kabupaten Indramayu dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung dan Rentang Irrigation Modernization Project (RIMS).

- Advertisement -

Sugeng mengungkapkan, Kecamatan Tukdana termasuk kategori I dalam sistem irigasi, yaitu daerah hulu dengan suplai air paling terjamin. Meskipun begitu, petani di wilayah tersebut tetap diimbau tidak menggunakan air secara berlebihan demi menjaga ketersediaan bagi daerah hilir.

“Langkah ini bagian dari upaya menjaga kualitas pertanian di Indramayu sebagai lumbung pangan nasional. Kita ingin semua petani sejahtera dan permasalahan yang ada diminimalkan,” tambahnya.

Kepala BBWS Cimanuk Cisanggarung melalui PPK Perencanaan, Maria Christina Kurniawati, menuturkan bahwa pengembangan IPHA juga dilakukan di Kabupaten Cirebon. Hingga kini, terdapat 13 demplot IPHA yang tersebar di kedua kabupaten, dengan jumlah terbanyak berada di Indramayu.

“Kami berharap IPHA mampu meningkatkan kualitas pertanian di wilayah ini dengan menghemat air tanpa mengurangi produktivitas,” ungkap Maria.

Sementara itu, Camat Tukdana, Mohammad Hidayat, menjelaskan bahwa metode IPHA di wilayahnya dikenal sebagai “gursat” atau guyur asat.

Petani diminta menyesuaikan pola pengairan, yaitu mengguyur sawah dengan air secukupnya, lalu membiarkannya dalam kondisi cukup basah tanpa berlebih.

“Petani juga perlu dilatih membuat bibit berusia 12-15 hari serta memanfaatkan alat transplanter untuk mendukung metode ini,” jelas Hidayat.

Ads

Ikuti berita dan informasi terbaru Reformasi.co.id di Google News.

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Terkini