Cirebon, Reformasi.co.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan komitmen pemerintah dalam transisi menuju energi hijau. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah memensiunkan dini sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Sebagai tahap awal, pemerintah berencana menghentikan operasional PLTU Cirebon 1 dengan kapasitas 660 megawatt (MW). Langkah ini dilakukan lebih cepat tujuh tahun dari jadwal semula sebagai bukti nyata upaya Indonesia dalam mengurangi emisi karbon.
Sebagaimana dikutip pada Selasa (4/2/2025), Bahlil menyebut, keterbatasan anggaran membuat pemerintah tidak ingin membebani masyarakat dengan menggunakan dana APBN untuk proyek ini. Oleh karena itu, pendanaan akan bergantung pada investor yang bersedia membiayai tanpa membebani negara, PLN, maupun rakyat.
Sebagai pengganti PLTU yang dipensiunkan, pemerintah menyiapkan empat pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). Rencana ini mencakup Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 346 MW, PLTS dengan sistem penyimpanan baterai (BESS) sebesar 770 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 1.000 MW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebesar 12 MW.
Bahlil menegaskan bahwa kebijakan ini telah diperhitungkan secara ekonomis dan tidak sekadar wacana. Ia membantah anggapan bahwa pemerintah hanya berjanji tanpa tindakan nyata dalam memensiunkan PLTU.
Menurutnya, ada dua syarat utama dalam menjalankan program pensiun dini PLTU. Pertama, harus ada investor yang membiayai agar tidak membebani keuangan negara. Kedua, pembangkit pengganti harus tersedia sehingga pasokan listrik tetap terjaga.
“Kalau ada yang membiayai dengan harga murah, tentu ini sangat baik. Kita siap memensiunkan lebih banyak PLTU asalkan ada pendanaan yang jelas. Jangan sampai kita memaksa pensiun, tetapi sumber listrik penggantinya tidak tersedia,” pungkasnya.