Indramayu, Reformasi.co.id – Bupati Indramayu, Nina Agustina, menyampaikan kekecewaannya terhadap keputusan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu yang sepakat melaksanakan pelantikan kepala dan wakil kepala daerah hasil Pilkada 2024 secara bertahap mulai 6 Februari 2025. Ia memperkirakan keputusan ini dapat memicu persoalan hukum di masa mendatang.
Nina menegaskan bahwa jika rencana pelantikan bertahap tetap dijalankan, kemungkinan besar kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2020 akan menggugat keputusan tersebut.
โPasti akan digugat, bisa akan digugat. Putusan MK itu adalah putusan tertinggi yang harus kita hormati,โ ujar Nina, Senin (27/1/2025), seperti dikutip dari Kompas.id pada Selasa (28/1/2025).
Menurut Nina, pelantikan bertahap ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menginstruksikan pelantikan dilakukan secara serentak.
Ia menilai keputusan tersebut berpotensi merugikan kepala daerah yang menjabat sejak Pilkada 2020, terutama mereka yang terpilih untuk dua periode, karena masa jabatan mereka akan terpotong.
Nina juga mengungkapkan bahwa keputusan ini dapat mengurangi kesempatan kepala daerah untuk mengabdi kepada masyarakat selama lima tahun penuh, sebagaimana seharusnya.
โKalau merujuk SK pengangkatan saya sebagai bupati, masa jabatan saya bahkan sampai 2026. Ini saja sudah terpotong banyak. Kalau saya, niatnya hanya ingin bekerja,โ tambahnya.
Ia mengingatkan bahwa pelantikan bertahap ini melanggar beberapa peraturan, termasuk Keputusan Mendagri No 131.32-266 Tahun 2021 yang menetapkan masa jabatan bupati selama lima tahun sejak pelantikan.
Selain itu, keputusan ini juga dinilai bertentangan dengan Putusan MK No 27/PUU-XXII/2024 yang menyebutkan kepala daerah hasil Pilkada 2020 dapat menjabat hingga pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024, dengan batas maksimal lima tahun.
Nina berharap pemerintah dan DPR dapat mempertimbangkan kembali keputusan tersebut demi menjaga kepastian hukum dan hak para kepala daerah untuk menjalankan tugasnya secara maksimal.