Indramayu, Reformasi.co.id – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Indramayu menyampaikan pandangan umum terhadap nota pengantar Bupati Indramayu mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Indramayu tahun 2025–2029.
Pernyataan ini disampaikan Ketua Fraksi PDI Perjuangan, H. Edi Fauzi, usai rapat paripurna yang berlangsung pada Senin (2/5/2025).
Dalam kesempatan itu, Fraksi PDIP menyoroti pentingnya penyusunan RPJMD yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) di tingkat daerah, provinsi, dan nasional.
Edi Fauzi menekankan, penyusunan RPJMD tidak hanya sekadar menjadi penjabaran visi dan misi kepala daerah, tetapi harus berbasis pada potensi sumber daya dan budaya lokal.
Menurutnya, perencanaan yang baik bukan semata-mata untuk memenuhi kepentingan politik, namun harus mampu menjawab tantangan dan kompleksitas persoalan yang ada di tengah masyarakat.
Ia mencontohkan potensi konflik kepentingan antara program peningkatan investasi dan pengembangan industri dengan upaya penguatan usaha mikro serta ketahanan pangan.
Hal ini, kata Edi, perlu diantisipasi dengan pendekatan yang mengutamakan prinsip pembangunan inklusif dan berkelanjutan.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa RPJMD harus mengarah pada kebutuhan masa depan, memperhatikan kelompok rentan seperti masyarakat miskin, serta menjawab tantangan pembangunan jangka panjang.
Fraksi PDIP juga mengkritisi program kerja 100 hari pemerintahan Bupati Lucky Hakim dan Wakil Bupati Syaefuddin.
Menurut Edi, masa 100 hari menjadi indikator awal untuk menilai efektivitas dan kapasitas pemimpin baru dalam mengimplementasikan program kerja yang dijanjikan saat kampanye.
Namun hingga saat ini, lanjutnya, masyarakat justru disuguhi tontonan plesiran Bupati yang viral di media sosial dan berujung sanksi magang dari Kementerian Dalam Negeri.
Tak hanya itu, Edi juga menyinggung gelombang demonstrasi masyarakat yang menuntut transparansi dana desa dan kinerja pemerintah desa.
Ia menilai hal tersebut sebagai akumulasi dari ketidakpuasan publik terhadap janji kampanye yang belum direalisasikan, termasuk janji audit dana desa.
Kritik juga ditujukan pada minimnya gebrakan konkret selama masa awal pemerintahan, yang dinilai hanya dipenuhi dengan kegiatan seremonial dan euforia kemenangan.
Edi menyayangkan bahwa upaya perubahan hanya tampak secara simbolik, seperti mengganti warna cat tembok, mengganti nama alun-alun, hingga mencopot prasasti lama.
Menurutnya, perubahan sejati hanya bisa dicapai melalui kerja nyata dan kebijakan konkret yang menyentuh langsung kepentingan rakyat.
Ia pun berharap evaluasi menyeluruh dilakukan, agar pembangunan di Indramayu benar-benar membawa masyarakat menuju kesejahteraan, bukan sekadar pencitraan.