Jakarta, Reformasi.co.id – Lebaran 2025 diperkirakan akan jatuh pada Senin, 31 Maret, setelah pengamatan hilal pada Sabtu, 29 Maret 2025, diprediksi tidak akan berhasil melihat bulan sabit.
Pakar antariksa dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Thomas Djamaluddin, menjelaskan bahwa berdasarkan perhitungan astronomis dengan kriteria MABIMS, posisi hilal di Indonesia masih di bawah ufuk.
“Tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat geosentrik baru terpenuhi di Benua Amerika. Sementara itu, di Indonesia, posisi bulan masih di bawah ufuk,” kata Thomas dalam tayangan kanal BRIN bertajuk “Pakar BRIN: Insyaallah Lebaran Tahun Ini Serentak”, Jumat (28/3/2025).
Dengan demikian, Ramadan akan digenapkan menjadi 30 hari, atau disebut istikmal, dan Idul Fitri jatuh pada 31 Maret.
Kriteria MABIMS merupakan standar yang disepakati oleh Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura untuk menentukan awal bulan hijriah.
Sejak 2021, kriteria ini menetapkan bahwa hilal harus memiliki tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat untuk bisa terlihat. Jika kriteria ini tidak terpenuhi, maka penentuan bulan hijriah dilakukan dengan metode istikmal.
Thomas menambahkan bahwa dalam sidang isbat yang akan digelar Kementerian Agama pada Sabtu, 29 Maret 2025, kemungkinan besar tidak ada laporan keberhasilan rukyat hilal. “Kalaupun ada yang mengaku melihat hilal, maka kesaksian tersebut akan ditolak dalam sidang isbat,” ujarnya.
Keputusan pemerintah terkait Idul Fitri 1446 H akan tetap diumumkan secara resmi setelah sidang isbat. Namun, kalender yang telah diterbitkan pemerintah juga mencantumkan 31 Maret 2025 sebagai tanggal perayaan Lebaran.
PP Muhammadiyah, yang menggunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal, juga telah menetapkan hari yang sama sebagai Idul Fitri.
Menteri Agama Nasaruddin Umar berharap perayaan Idul Fitri tahun ini bisa berlangsung serempak, seperti awal Ramadan 2025. “Semoga kita bisa merayakan Idul Fitri bersama-sama,” harapnya.