Jakarta, Reformasi.co.id – Hangat diperbincangkan, Presiden Prabowo telah mengeluarkan dua haknya sebagai kepala negara untuk dua terdakwa, yakni eks Mendag Thomas Trikasih Lembong dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, tempo hari.
Prabowo mengeluarkan abolisi untuk Tom Lembong, dan amnesti untuk Hasto. Kedua hak ini disetujui oleh DPR RI. Sehingga Tom yang merupakan terdakwa kasus impor gula dan Hasto yang merupakan terdakwa kasus suap pemilu bebas dari jeratan hukum.
Dalam sistem hukum Indonesia, hak pengampunan hukum oleh Presiden merupakan salah satu bentuk kewenangan yang diberikan oleh konstitusi kepada Presiden sebagai kepala negara. Hak ini memberikan Presiden kewenangan untuk memberikan pengampunan atau keringanan hukuman kepada individu yang terlibat dalam tindak pidana tertentu.
Pengampunan hukum ini diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yang mencakup amnesti, abolisi, grasi, dan rehabilitasi. Setiap bentuk pengampunan memiliki ketentuan dan syarat yang berbeda sesuai dengan tujuannya.
Daftar Isi
Amnesti
Amnesti adalah pengampunan yang diberikan oleh Presiden kepada individu atau kelompok yang terlibat dalam tindak pidana tertentu, dengan menghapuskan atau membebaskan mereka dari hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan.
Amnesti ini bersifat umum, artinya tidak hanya diberikan kepada individu yang telah diputuskan bersalah, tetapi juga mencakup mereka yang telah melakukan tindak pidana namun belum diadili. Dalam hal ini, pengampunan diberikan untuk menghapuskan tuntutan atau hukuman bagi pelaku tindak pidana yang berkaitan dengan masalah politik atau sosial.
Amnesti diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 yang menyatakan, “Presiden mempunyai kewenangan untuk memberikan amnesti dan abolisi dengan persetujuan DPR.” Selain itu, ketentuan lebih lanjut mengenai amnesti diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Berdasarkan undang-undang tersebut, amnesti dapat diberikan untuk keperluan penyelesaian masalah sosial, seperti pemberian amnesti untuk tindak pidana yang berkaitan dengan perjuangan kemerdekaan atau pasca-perang.
Proses pemberian amnesti dilakukan dengan keputusan Presiden setelah melalui persetujuan DPR. Amnesti ini tidak hanya menghapuskan hukuman, tetapi juga dapat mencakup pemulihan hak-hak politik individu yang sebelumnya terhalang karena pidana yang dijatuhkan.
Abolisi
Abolisi adalah bentuk pengampunan yang juga diberikan oleh Presiden, namun berbeda dengan amnesti. Abolisi adalah penghapusan tuntutan hukum atau pembatalan proses hukum terhadap individu atau kelompok yang sudah dijatuhi hukuman.
Dengan kata lain, abolisi tidak memberikan kebebasan kepada mereka yang belum diproses hukum, tetapi membatalkan hukuman yang sudah dijalani. Abolisi ini biasanya diberikan kepada mereka yang dianggap telah menjalani hukuman cukup lama atau telah menunjukkan penyesalan.
Abolisi diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 yang sama dengan amnesti, yang memberikan Presiden kewenangan untuk memberikan abolisi dengan persetujuan DPR. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan juga mengatur mekanisme pemberian abolisi.
Namun, tidak semua orang yang sudah dihukum dapat diberikan abolisi. Umumnya, abolisi diberikan kepada mereka yang telah menjalani sebagian besar hukuman dan dianggap tidak berbahaya lagi bagi masyarakat.
Salah satu contoh dari pemberian abolisi adalah pada kasus-kasus yang terkait dengan kesalahan administratif, ketidakadilan, atau upaya untuk memberikan solusi bagi masalah kemanusiaan tertentu. Pemberian abolisi ini lebih bersifat penyesuaian terhadap keadaan sosial dan politik.
Grasi
Grasi adalah hak Presiden untuk memberikan keringanan atau pengurangan hukuman terhadap individu yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan. Berbeda dengan amnesti dan abolisi, grasi tidak menghapuskan atau membatalkan hukuman, tetapi memberikan kesempatan kepada terpidana untuk mendapatkan pengurangan hukuman atau perbaikan kondisi hukuman.
Grasi diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 yang menyatakan, “Presiden mempunyai kewenangan untuk memberikan grasi.” Grasi ini diberikan berdasarkan pertimbangan kemanusiaan atau alasan lainnya, seperti keadaan fisik atau mental terpidana yang memburuk, atau untuk memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki diri. Grasi dapat berupa pengurangan hukuman penjara, pengurangan masa hukuman, atau pengurangan denda yang dijatuhkan.
Grasi juga diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Dalam hal ini, Presiden diberikan kewenangan untuk memberikan grasi setelah mempertimbangkan permohonan dari terpidana atau pihak lainnya yang berwenang. Grasi tidak dapat diberikan dalam kasus tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan yang sangat berat atau kejahatan yang merugikan negara.
Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah bentuk pemulihan status atau hak-hak individu yang telah dijatuhi hukuman dan dianggap telah menunjukkan perilaku baik serta telah menjalani masa hukuman yang cukup. Rehabilitasi tidak menghapuskan hukuman atau memberikan pengampunan, tetapi lebih kepada pemulihan martabat dan hak-hak individu yang telah kehilangan hak-haknya karena hukuman yang diterima.
Rehabilitasi diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang memberikan kesempatan kepada narapidana untuk mendapatkan rehabilitasi sosial dan psikologis setelah menjalani masa hukuman. Rehabilitasi ini bertujuan untuk mengembalikan individu ke masyarakat dengan lebih baik dan memberi mereka kesempatan untuk berkontribusi kembali dalam kehidupan sosial.
Dalam hal ini, rehabilitasi bukanlah pengampunan dalam bentuk kebebasan dari hukuman, tetapi lebih kepada pengakuan kembali terhadap hak-hak terpidana setelah mereka menjalani hukuman dan menunjukkan perubahan perilaku yang positif. Rehabilitasi ini penting dalam rangka menciptakan sistem pemasyarakatan yang berfokus pada pembinaan, pemulihan, dan reintegrasi sosial.
Penutupan
Pengampunan hukum yang diberikan oleh Presiden melalui amnesti, abolisi, grasi, dan rehabilitasi memiliki tujuan yang berbeda, tetapi semuanya berkaitan dengan kewenangan Presiden untuk memberikan keringanan atau penghapusan hukuman bagi individu atau kelompok yang terlibat dalam tindak pidana.
Masing-masing jenis pengampunan ini diatur dengan ketentuan yang jelas dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pemberian hak pengampunan ini sangat bergantung pada tujuan politik, kemanusiaan, dan sosial, serta harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan memperhatikan kepentingan umum.