Tuesday, April 30, 2024
KriminalPolemik Istri TNI yang Ditahan Akibat Bongkar Perselingkuhan Suaminya

Polemik Istri TNI yang Ditahan Akibat Bongkar Perselingkuhan Suaminya

Denpasar – Dalam sebuah kasus yang menimpa Anandira Puspita, yang saat ini berstatus tersangka dan sempat ditahan bersama bayinya yang berusia 1,5 bulan, telah menimbulkan beragam polemik, Senin (15/4/2024).

Kasus ini bermula dari tindakan Anandira yang membongkar dugaan perselingkuhan suaminya, anggota TNI dari satuan Kesdam IX/Udayana Lettu CKM drg. Malik Hanro Agam.

Anandira memergoki suaminya berselingkuh dengan beberapa perempuan, termasuk dengan seorang berinisial BA, pada tahun 2020. Pada tahun lalu, Anandira melaporkan suaminya atas tuduhan perselingkuhan ke Polisi Militer Kodam IX/Udayana.

Namun, berdasarkan hasil penyelidikan Pomdam IX/Udayana, Lettu Agam terbukti melakukan penelantaran terhadap keluarganya dan melakukan KDRT, bukan perselingkuhan.

Meskipun demikian, Anandira tetap memutuskan untuk menggunakan jasa pengacara untuk membantunya dalam perkara pelaporan dugaan perselingkuhan suaminya.

Pengacara Anandira, Agustinus Nahak, menyebut bahwa kasus kliennya terkesan dipaksakan. Ia mempertanyakan alasan mengapa Anandira dipaksa, sementara ia hanya memberikan kuasa kepada kantor hukum dan meminta pendampingan secara sah kepada kantor hukum.

Penangkapan Anandira oleh Polda Bali juga menjadi sorotan karena dianggap tidak mengindahkan urgensi dan kebutuhan seorang ibu yang memiliki bayi yang masih memerlukan ASI.

Meskipun Kabid Humas Polda Bali, Jansen Avitus Panjaitan, mengklaim penangkapan itu sesuai prosedur karena adanya laporan resmi dan pemanggilan sebelumnya yang tidak dihadiri oleh Anandira.

Kasus ini juga memunculkan pertanyaan terkait penggunaan Pasal 32 UU ITE oleh polisi untuk menjerat Anandira. Pasal ini biasanya digunakan untuk kasus kejahatan serius yang berkaitan dengan pencurian data atau dokumen rahasia yang kemudian diubah atau dimanipulasi, sehingga beberapa pihak menganggapnya sebagai kriminalisasi.

Direktur Eksekutif Southeast Asian Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum, menyoroti pemakaian pasal tersebut, mengatakan bahwa polisi menggunakan pasal lain yang masih cukup longgar atau karet untuk mengkriminalisasi orang-orang.

Di tengah polemik yang muncul, pengacara Anandira, Agustinus Nahak, menyatakan bahwa mereka akan mengupayakan agar status tersangka terhadap Anandira dihapus melalui upaya pra-peradilan.

Mereka juga akan terus berupaya agar pihaknya diberikan kesempatan untuk melakukan restorative justice dalam penyelesaian kasus ini.

Ikuti berita dan informasi terbaru Reformasi.co.id di Google News.

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Terkini

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com