Indramayu, Reformasi.co.id – Proses rekonsiliasi di tubuh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menunjukkan perkembangan signifikan. Dua kubu yang sebelumnya berseteru kini sepakat untuk menggelar Kongres Persatuan, yang dijadwalkan berlangsung pada Sabtu, 30 Agustus 2025, di Discovery Ancol, Jakarta.
Kesepakatan ini termuat dalam Kesepakatan Jakarta tertanggal 16 Mei 2025, yang kemudian diperkuat dengan Surat Keputusan Bersama pada 11 Juni 2025.
Sebagai respons atas perkembangan tersebut, PWI Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan rapat koordinasi dan diskusi bersama para ketua PWI kabupaten/kota se-Jawa Barat. Kegiatan ini digelar di Aula PWI Jawa Barat, Jalan Wartawan II No. 23, Bandung, pada Selasa (24/6/2025) kemarin.
Dalam forum tersebut, turut diundang praktisi hukum H. Untung Kurniadi, SH., MH., dari Kantor Hukum HMU & Rekan, yang juga merupakan mantan Ketua Lembaga Konsultan Bantuan dan Penegakan Hukum (LKBPH) PWI Pusat.
Ia diminta memberikan pandangan hukum terkait keabsahan kepengurusan PWI di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pasca pembekuan yang dilakukan oleh PWI Pusat pimpinan Hendry Ch Bangun.
Dalam penjelasannya, Untung menegaskan bahwa berdasarkan prinsip rekognisi dan kontinuitas organisasi, kepengurusan PWI Jawa Barat yang sebelumnya dibekukan tetap sah secara fungsional. Ia menyebut bahwa tidak ada keputusan final mengenai pembubaran, sehingga para ketua definitif hasil konferensi tetap memiliki legitimasi sebagai peserta kongres.
“Organisasi bersifat berkesinambungan. Tanpa adanya keputusan pembubaran yang sah, maka kepengurusan yang ada sebelumnya tetap memiliki kedudukan hukum, baik secara de facto maupun de jure,” ujar Untung.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa Kesepakatan Jakarta merupakan bentuk nyata dari rekonsiliasi dan dapat menjadi dasar hukum internal yang kuat. Kesepakatan ini secara efektif membatalkan tindakan administratif sebelumnya, termasuk pembekuan yang dilakukan terhadap PWI Jawa Barat.
Mengacu pada Peraturan Dasar PWI Pasal 12 Ayat (1), Untung menekankan bahwa Kongres merupakan pemegang otoritas tertinggi organisasi. Oleh karena itu, tindakan administratif yang bertentangan dengan semangat penyatuan tidak boleh membatasi partisipasi kepengurusan yang sah.
“Jika hak partisipasi dibatasi, akan terjadi ketimpangan representasi. Prinsip keadilan organisasi menuntut agar semua kepengurusan yang masih eksis diberikan kesempatan yang setara untuk terlibat dalam kongres,” tegasnya.
Ia menyimpulkan bahwa tidak terdapat hambatan hukum bagi kepengurusan PWI Jawa Barat untuk terlibat dalam Kongres Persatuan. Hal ini juga berlaku bagi kepengurusan kabupaten/kota yang mengalami pembekuan tanpa disertai keputusan final.
“Dengan adanya SK Bersama, maka Plt-Plt yang ditunjuk sebelumnya secara otomatis kehilangan dasar hukum atau legal standing-nya,” ujar Untung, menambahkan bahwa kesepakatan tersebut hanya dapat dibatalkan secara bersama-sama, bukan sepihak.
Sementara itu, Ketua PWI Provinsi Jawa Barat Hilman Hidayat menyatakan dukungan penuh terhadap langkah rekonsiliasi dan penyelenggaraan Kongres Persatuan. Ia menyebut upaya ini sebagai momentum penting untuk menyatukan kembali PWI yang sempat terpecah.
“PWI Jawa Barat mendukung sepenuhnya Kongres Persatuan. Ini adalah momen untuk menyatukan kembali perahu yang sempat terbelah. Semoga pelaksanaannya berlangsung damai dan membawa kebaikan bagi seluruh anggota,” kata Hilman.
Ia pun mengajak seluruh pengurus dan anggota PWI di Jawa Barat untuk bersama-sama mendukung dan mensukseskan agenda penting ini.
“Ini adalah satu-satunya jalan untuk membawa PWI kembali bersatu. Mari kita tinggalkan dinamika masa lalu dan melangkah bersama membangun masa depan organisasi,” tutupnya.