Jakarta, Reformasi.co.id – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, melaksanakan upacara peresmian sejumlah satuan dan jabatan baru di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer ini digelar di Pusdiklatpassus Kopassus, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, pada Minggu (10/8/2025) kemarin. Dalam acara tersebut, Prabowo meresmikan enam Komando Daerah Militer (Kodam) baru serta sejumlah satuan lain dari berbagai cabang angkatan bersenjata.
“Pada pagi hari ini, saya Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia, dengan ini meresmikan enam Kodam yang baru,” ujar Prabowo dalam upacara yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Enam Kodam baru yang diresmikan mencakup wilayah-wilayah strategis di Indonesia, yaitu:
- Kodam XIX/Tuanku Tambusai (Riau dan Kepulauan Riau)
- Kodam XX/Tuanku Imam Bonjol (Sumatera Barat dan Jambi)
- Kodam XXI/Radin Inten (Lampung dan Bengkulu)
- Kodam XXII/Tambun Bungai (Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan)
- Kodam XXIII/Palaka Wira (Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat)
- Kodam XXIV/Mandala Trikora (berpusat di Merauke, Papua Selatan)
Prabowo juga melantik para Panglima Kodam baru yang akan memimpin masing-masing satuan tersebut. Mereka adalah Mayjen TNI Agus Hadi Waluyo, Mayjen TNI Arief Gajah Mada, Mayjen TNI Kristomei Sianturi, Mayjen TNI Zainul Arifin, Mayjen TNI Jonathan Binsar Parluhutan Sianipar, dan Mayjen TNI Lucky Avianto.
Selain Kodam, Presiden juga meresmikan 14 Komando Daerah Angkatan Laut (Kodaeral), yang bertugas di berbagai daerah pesisir Indonesia. Kodaeral yang diresmikan meliputi Belawan, Padang, Jakarta, Batam, Surabaya, Makassar, Kupang, Manado, Ambon, Jayapura, Merauke, Pontianak, Tarakan, dan Sorong.
Masing-masing dipimpin oleh seorang Laksda atau Laksma TNI, dengan tugas untuk mengawasi serta menjaga keamanan perairan dan wilayah laut Indonesia.
Selain itu, Prabowo juga mengukuhkan tiga Komando Daerah Angkatan Udara (Kodau) yang merupakan perubahan dari Komando Operasi Udara, dengan penambahan satu unit di wilayah Indonesia Bagian Timur.
Pada kesempatan yang sama, Prabowo juga meresmikan enam Grup Komando Pasukan Khusus (Kopassus), yang diharapkan semakin meningkatkan kekuatan pasukan elite TNI.
Grup-grup ini dipimpin oleh Kolonel Inf Raden Nashrul Fathurrohman, Kolonel Inf Edwin Apria Candr, Kolonel Inf Bram Pramudia, Kolonel Inf Suharma Zunam, Kolonel Inf Josep Dat Dariyamanta, dan Kolonel Inf Richard Arnold Y Sangari.
Pembangunan Infrastruktur dan Teritorial TNI
Tak hanya meningkatkan jumlah satuan, dalam upacara tersebut, Presiden Prabowo juga meresmikan pembentukan 20 Brigade Infanteri Teritorial Pembangunan, satu Brigade Infanteri Marinir, satu Resimen Korps Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat), serta 100 Batalion Teritorial Pembangunan baru.
Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Wahyu Yudhayana, batalion teritorial ini memiliki fungsi utama untuk mendukung pembangunan di daerah-daerah, mulai dari sektor pertanian hingga layanan kesehatan.
Prabowo menekankan bahwa TNI tidak hanya berfungsi sebagai alat pertahanan, tetapi juga sebagai mitra strategis dalam pembangunan bangsa.
“Setiap batalion berdiri di lahan seluas 30 hektar, dengan kompi-kompi yang menjawab kebutuhan masyarakat,” kata Wahyu.
Strategi Pertahanan dalam Ketidakpastian Global
Dalam pidatonya, Prabowo menjelaskan bahwa penambahan satuan ini adalah langkah strategis untuk menghadapi ketidakpastian dunia yang semakin kompleks.
Konflik dan peperangan yang terjadi di berbagai belahan dunia, seperti di Eropa dan Timur Tengah, menjadi bukti bahwa kekuatan pertahanan yang mumpuni sangat diperlukan.
Meskipun Indonesia tidak menginginkan perang, Prabowo menyatakan bahwa negara ini harus siap menghadapi segala kemungkinan.
“Keadaan dunia penuh ketidakpastian. Walaupun kita tidak suka perang, perang terjadi di mana-mana. Indonesia harus punya pertahanan yang sangat kuat,” tegasnya.
Kebijakan Penguatan Pertahanan yang Kontroversial
Langkah penambahan satuan TNI ini tidak lepas dari perhatian berbagai pihak. Pengamat pertahanan, Ngasiman Djoyonegoro, menilai kebijakan tersebut merupakan respons terhadap dinamika global yang semakin penuh tantangan.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa penambahan satuan saja tidak cukup. Perlu ada tiga hal penting yang harus diperhatikan: akuntabilitas komando, pembaruan doktrin operasi, dan modernisasi alutsista.
“Peralatan militer yang canggih dan relevan dengan tantangan zaman harus menyertai peningkatan jumlah pasukan,” ujarnya.
Di sisi lain, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, menilai penambahan struktur ini tidak sejalan dengan semangat reformasi, yang mengatur agar TNI tidak menduplikasi struktur administrasi sipil.
Ia juga mengingatkan bahwa penambahan satuan baru akan memperberat beban anggaran TNI, yang sudah terbebani belanja rutin tinggi, sehingga akan mempengaruhi alokasi untuk alutsista dan kesejahteraan prajurit.