Indramayu, Reformasi.co.id – Setiap tanggal 25 April, Indonesia memperingati Hari Otonomi Daerah (Otoda), sebuah momen penting yang menandai perjalanan panjang bangsa dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih dekat dengan rakyat.
Peringatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan refleksi atas dinamika desentralisasi yang telah membentuk wajah pemerintahan daerah selama hampir tiga dekade.
Sejarah Singkat Otonomi Daerah
Gagasan otonomi daerah di Indonesia telah ada sejak era kolonial, ketika pemerintah Hindia Belanda menerbitkan “Decentralisatie Wet” pada tahun 1903.
Namun, implementasi nyata otonomi daerah baru terwujud pada masa Orde Baru melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1996, yang menetapkan 25 April sebagai Hari Otonomi Daerah.
Langkah ini bertujuan untuk mengurangi sentralisasi kekuasaan dan memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengatur urusan mereka sendiri.
Era Reformasi pada tahun 1998 mempercepat proses desentralisasi. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan otonomi luas kepada kabupaten dan kota, memungkinkan mereka mengelola urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat secara mandiri.
Tema dan Tantangan Terkini
Peringatan Hari Otoda ke-29 pada tahun 2025 mengusung tema “Sinergitas Pusat dan Daerah Membangun Nusantara Menuju Indonesia Emas 2045”.
Tema ini Melalui peringatan HUT Otda tahun 2025 Kemendagri berharap sinergi antara pemerintah pusat dan daerah semakin kuat guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung visi besar Indonesia Emas 2045.
Namun, pelaksanaan otonomi daerah tidak lepas dari tantangan. Beberapa daerah masih menghadapi kesenjangan fiskal, kapasitas sumber daya manusia yang terbatas, dan ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Selain itu, pemindahan ibu kota negara ke Nusantara menuntut adaptasi dan peran strategis dari daerah-daerah penyangga, seperti Sulawesi Tengah, dalam mendukung pembangunan nasional.
Capaian dan Harapan
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, banyak daerah menunjukkan kemajuan signifikan. Sebagai contoh, Provinsi Sulawesi Tengah berhasil menurunkan angka kemiskinan ekstrem dari 3,02% pada tahun 2022 menjadi 1,44% pada tahun 2023. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga meningkat, dan pertumbuhan ekonomi mencapai 13,06%, jauh di atas rata-rata nasional.
Pencapaian ini menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang baik, otonomi daerah dapat menjadi motor penggerak pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, serta partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan.
Penutup
Hari Otonomi Daerah bukan hanya peringatan tahunan, tetapi juga momentum untuk mengevaluasi dan memperkuat komitmen terhadap desentralisasi yang efektif dan berkeadilan. Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, otonomi daerah diharapkan dapat terus berkembang, membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.