Jakarta, Reformasi.co.id – Saat ini, masyarakat Indonesia tengah dihebohkan oleh isu gempa megathrust dan tsunami setinggi 20 meter yang diprediksi terjadi di Pulau Jawa. Meskipun demikian, hingga sekarang belum ada yang mampu memperkirakan dengan pasti kapan gempa megathrust tersebut akan terjadi di Indonesia.
Para ahli hanya bisa mengungkapkan potensi terjadinya gempa besar yang berisiko menyebabkan bencana. Hal ini disebabkan oleh posisi Indonesia yang berada di pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Lempeng-lempeng tersebut bertemu di zona megathrust, yang saat ini terdeteksi ada 15 segmen di Indonesia.
Jika melihat sejarah, sekitar 20 tahun yang lalu, gempa megathrust besar melanda Aceh pada tahun 2004. Gempa dengan magnitudo 9,3 SR ini memicu tsunami dahsyat setinggi 30 meter yang menewaskan banyak korban.
Nuraini Rahma Hanif, seorang peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, menjelaskan bahwa gempa megathrust memiliki tiga fase siklus, yaitu interseismic, coseismic, dan postseismic.
Secara singkat, fase interseismic adalah saat energi tektonik terkumpul di beberapa bagian lempeng. Saat ini, segmen megathrust di Selat Sunda sedang berada dalam fase ini.
Setelah itu, fase coseismic adalah ketika energi yang terkumpul dilepaskan. Ini yang kemudian menyebabkan gempa bumi.
Fase terakhir adalah postseismic, yakni fase setelah pelepasan energi, di mana sistem kembali ke kondisi semula, atau interseismic.
“Ketiga fase ini dapat dipantau menggunakan teknologi GPS yang mendeteksi pergerakan lempeng dengan sangat akurat. Pergerakannya memang hanya beberapa milimeter setiap tahun, tetapi di Pulau Jawa, pergerakan yang terkunci di bawah bumi mencapai sekitar 6 cm per tahun,” ungkap Nuraini dalam sebuah siaran di YouTube BRIN pada Sabtu (7/9/2024).
Nuraini menjelaskan bahwa siklus gempa megathrust di Selat Sunda terjadi setiap 400 tahun sekali. Dengan pergerakan sekitar 6 cm per tahun, maka selama 400 tahun pergerakan tersebut mencapai sekitar 24 meter.
“Jika energi ini dilepaskan sekaligus, kekuatan gempa yang bisa dihasilkan mencapai magnitudo 8,8 di Selat Sunda. Jika gempa mencakup seluruh segmen di Pulau Jawa, bisa mencapai magnitudo 9,0, mirip dengan gempa yang terjadi di Aceh atau Jepang,” tambahnya.
Berdasarkan pemodelan tsunami yang dilakukan, jika skenario gempa terjadi di selatan Jawa, ketinggian tsunami diprediksi antara 5 hingga 20 meter.
Selain itu, Nuraini juga menyebut bahwa akumulasi energi yang lebih besar terdeteksi di wilayah barat Pulau Jawa, tepatnya di sekitar Lebak, Banten.
“Kami terus memantau daerah tersebut, dan ada kemungkinan ketinggian tsunami di Lebak Banten bisa mencapai 20 meter. Di wilayah lainnya mungkin sekitar 5 meter,” jelasnya.