Jakarta, Reformasi.co.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah signifikan pada sesi pertama perdagangan Rabu (25/9/2024). Meski suasana pasar cenderung positif, IHSG justru terkoreksi 1%, mengakibatkan penurunan hingga menembus level psikologis.
Tepat pukul 09:51 WIB, IHSG tercatat anjlok 1,03% dan bertengger di angka 7.698,41, mendekati level 7.600. Pada sesi pertama ini, total nilai transaksi mencapai sekitar Rp 4,7 triliun dengan volume transaksi sebanyak 7,7 miliar saham yang diperdagangkan melalui 371.802 transaksi.
Saham perbankan besar menjadi penyebab utama penurunan IHSG hari ini. Banyak pelaku pasar yang mulai merealisasikan keuntungan mereka setelah kenaikan signifikan saham-saham perbankan dalam beberapa hari terakhir.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) memberikan tekanan paling besar dengan penurunan sebesar 28,7 poin indeks.
Di sisi lain, saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) resmi terdepak dari indeks FTSE hari ini. Namun, koreksi yang terjadi tidak seburuk perdagangan akhir pekan lalu dan awal pekan ini.
Penurunan IHSG ini cukup mengejutkan, mengingat sentimen global masih positif, terutama setelah rencana pemerintah China untuk mengeluarkan stimulus guna mendorong perekonomian negara tersebut.
Pada Selasa (24/9/2024) kemarin, bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC) mengumumkan rencana untuk memberikan stimulus moneter dan mendukung sektor properti yang sedang tertekan.
Gubernur PBoC, Pan Gongsheng, bersama pejabat lainnya menyatakan bahwa mereka akan memangkas rasio cadangan wajib bank sebesar 50 basis poin (bps). Selain itu, suku bunga repo tujuh hari juga akan dipangkas sebesar 0,2% menjadi 1,5%, dan suku bunga deposito serta pinjaman lainnya juga akan mengalami penurunan.
Pan menambahkan bahwa suku bunga hipotek akan turun rata-rata sebesar 0,5%, meskipun belum ada informasi pasti kapan kebijakan ini akan diberlakukan. Namun, ada kekhawatiran bahwa langkah ini akan mengurangi profitabilitas perbankan, meskipun dapat meringankan beban rumah tangga.
Pada kuartal kedua tahun 2024, pertumbuhan ekonomi China melambat lebih dari yang diperkirakan, terpengaruh oleh krisis sektor properti dan kekhawatiran konsumen mengenai stabilitas pekerjaan.
Diharapkan, stimulus baru ini dapat memperbaiki kondisi ekonomi China dan berdampak positif pada perekonomian global, termasuk Indonesia. Sebagai salah satu mitra dagang terbesar, peningkatan permintaan domestik di China diharapkan dapat mendorong permintaan produk dari Indonesia.