Indramayu, Reformasi.co.id – Seorang wanita asal Indramayu, Jawa Barat, diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) setelah diiming-imingi pernikahan dengan pria asal Cina.
SP (22), warga Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu, awalnya berharap bisa hidup bahagia membangun rumah tangga. Namun, setelah tiga bulan menikah, ia justru mengalami perlakuan buruk dari suaminya.
Mendengar kondisi tersebut, orang tua SP segera melaporkannya ke pihak berwajib. Mereka mencurigai bahwa putrinya menjadi korban pengantin pesanan.
“Harapannya dia bisa pulang. Kami khawatir terjadi sesuatu dengan dia di sana,” ujar Sutri, ibu korban, Jumat (14/2/2025).
Menurut Sutri, pernikahan putrinya berlangsung secara siri dan dilakukan dengan cepat sebelum SP dibawa ke Cina. Ia mengaku tidak menaruh curiga hingga akhirnya putrinya mengeluhkan kondisi rumah tangganya.
Setelah menikah, SP sempat dibawa suaminya ke sebuah hotel di Jakarta sebelum akhirnya berangkat ke Cina. Namun, hanya dalam waktu satu bulan, ia mulai mengeluhkan kondisi hidupnya. SP mengaku tidak mendapat nafkah yang cukup, hanya diberi uang belanja untuk kebutuhan berdua, serta tidak diizinkan mengirim uang kepada orang tuanya.
Selain itu, SP juga kerap dipaksa melayani hubungan suami istri meski dalam kondisi sakit. Hal itu membuatnya semakin ingin kembali ke Indonesia.
“Dia mengadu ingin pulang, mengaku tidak diberi nafkah, hanya makan saja. Dia merasa tidak betah dengan kondisi seperti itu,” tutur Sutri.
Menanggapi kasus ini, orang tua SP bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Indramayu melaporkan dua orang WNI yang diduga sebagai perekrut pengantin pesanan ke Polres Indramayu.
“Ada dua orang perekrut yang sudah kami laporkan. Identitas mereka sudah kami kantongi,” ujar Ketua DPC SBMI Indramayu, Akhmad Jaenuri, Kamis (13/2/2025).
Meski kini SP telah tercatat resmi menikah dengan pria asal Cina tersebut, hasil penelusuran SBMI menunjukkan bahwa Pemerintah Desa tempat asal korban tidak pernah mengeluarkan surat nikah luar negara.
“Saya sudah telusuri, dan Pemerintah Desa tidak mengeluarkan sepucuk surat apapun terkait pernikahan ini,” pungkas Akhmad Jaenuri.
Kasus ini kini tengah dalam penanganan pihak kepolisian guna mengungkap lebih lanjut dugaan perdagangan manusia dengan modus pernikahan pesanan.