AgamaPeringatan Isra Mikraj: Dalil, Makna, dan Sejarahnya

Peringatan Isra Mikraj: Dalil, Makna, dan Sejarahnya

Ads

Indramayu, Reformasi.co.id – Isra Mikraj adalah peristiwa besar yang sangat penting dalam sejarah Islam. Peristiwa ini menggambarkan perjalanan agung yang dialami Nabi Muhammad SAW dalam satu malam.

Isra Mikraj terdiri dari dua fase utama: perjalanan dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem yang dikenal sebagai Isra, dan perjalanan spiritual menuju Sidratul Muntaha di langit tertinggi yang disebut Mikraj.

Peristiwa ini memiliki nilai spiritual dan teologis yang sangat dalam bagi umat Islam, terutama karena menjadi momen di mana kewajiban salat lima waktu ditetapkan oleh Allah SWT.

Isra Mikraj terjadi pada masa-masa sulit dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW, tepatnya setelah kehilangan dua sosok penting dalam kehidupannya, yaitu istri tercinta, Khadijah binti Khuwailid, dan pamannya, Abu Thalib. Tahun itu dikenal sebagai Aam al-Huzn atau Tahun Kesedihan.

- Advertisement -

Dalam situasi penuh duka dan tantangan dakwah yang berat, Allah SWT memberikan hiburan dan penguatan kepada Rasulullah melalui perjalanan yang luar biasa ini. Peristiwa ini dipercaya terjadi pada tahun ke-10 kenabian, sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.

Dalam perjalanan Isra, Nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah SWT dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Beliau didampingi oleh malaikat Jibril dan mengendarai Buraq, makhluk langit yang memiliki kecepatan luar biasa.

Di Masjidil Aqsa, Rasulullah memimpin salat bersama para nabi terdahulu, sebuah simbol persatuan risalah kenabian. Perjalanan ini juga menegaskan pentingnya Masjidil Aqsa sebagai salah satu tempat suci dalam Islam.

Setelah itu, Rasulullah melanjutkan perjalanan Mikraj. Bersama malaikat Jibril, beliau naik ke langit dan melewati tujuh tingkatan langit.

Dalam setiap tingkatan, beliau bertemu dengan para nabi, seperti Nabi Adam di langit pertama, Nabi Isa dan Nabi Yahya di langit kedua, Nabi Yusuf di langit ketiga, Nabi Idris di langit keempat, Nabi Harun di langit kelima, Nabi Musa di langit keenam, dan Nabi Ibrahim di langit ketujuh. Di setiap pertemuan, para nabi tersebut menyambut Rasulullah dengan penghormatan dan doa.

Perjalanan Rasulullah berakhir di Sidratul Muntaha, sebuah tempat tertinggi yang tidak dapat dijangkau oleh makhluk lain. Di sinilah Nabi Muhammad SAW menerima perintah langsung dari Allah SWT untuk melaksanakan salat lima waktu.

Pada awalnya, kewajiban salat ditetapkan sebanyak lima puluh waktu sehari, namun setelah melalui dialog dengan Nabi Musa yang menyarankan agar jumlahnya dikurangi, akhirnya salat diwajibkan lima waktu sehari dengan pahala yang setara lima puluh kali.

Isra Mikraj memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an dan hadis. Dalam surah Al-Isra ayat 1, Allah SWT berfirman:

سُبۡحٰنَ الَّذِىۡۤ اَسۡرٰى بِعَبۡدِهٖ لَيۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَـرَامِ اِلَى الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِىۡ بٰرَكۡنَا حَوۡلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنۡ اٰيٰتِنَا​ ؕ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيۡعُ الۡبَصِيۡرُ‏ ١

“Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Selain itu, peristiwa Mikraj dijelaskan dalam beberapa hadis Nabi yang menjelaskan perjalanan beliau ke langit dan pertemuannya dengan para nabi.

Peristiwa ini diperingati oleh umat Islam setiap tahun pada tanggal 27 Rajab dalam kalender Hijriah. Pada tahun 2025, Isra Mikraj jatuh pada tanggal 27 Januari.

Peringatan ini biasanya dirayakan dengan mengadakan pengajian, ceramah, dan kegiatan keagamaan lainnya di berbagai tempat. Tujuannya adalah untuk mengingatkan umat Islam tentang pentingnya salat sebagai kewajiban utama yang harus dilaksanakan, serta sebagai momen untuk merenungkan keagungan Allah SWT dan perjalanan luar biasa Nabi Muhammad SAW.

Isra Mikraj bukan hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Kisah ini mengajarkan umat Islam tentang pentingnya keimanan, keteguhan hati, dan kepatuhan terhadap perintah Allah SWT.

Dengan memahami makna mendalam dari peristiwa ini, umat Islam diharapkan dapat semakin meningkatkan kualitas ibadah dan keimanan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Ads

Ikuti berita dan informasi terbaru Reformasi.co.id di Google News.

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Terkini