Jakarta, Reformasi.co.id – Juru bicara Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar, mengumumkan bahwa tujuh orang yang ditangkap akibat komentar provokatif terkait Paus Fransiskus akan dijerat dengan Undang-Undang Terorisme.
“Penggunaan kata-kata yang bernada ancaman, seperti teror atau bom, meskipun dalam konteks bercanda atau iseng, tetap bisa dikenai hukuman pidana. Ini terkait dengan keamanan publik,” jelas Aswin saat memberikan keterangan di Lobby Basket Hall, Gelora Bung Karno, Jum’at (7/9/2024) kemarin.
Menurutnya, saat ini penyelidikan lebih mendalam sedang dilakukan oleh Densus 88 Antiteror. Ketujuh orang yang ditangkap telah diamankan di wilayah masing-masing, dan hukuman yang akan mereka hadapi menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut dari tim.
Penangkapan tersebut melibatkan tujuh orang yang tersebar di beberapa daerah. Pada 2 September 2024, HFP ditangkap di Bogor, sementara LB diamankan di Pejaten Timur, Jakarta Selatan. Kemudian, pada 3 September, dua pelaku lainnya, DF dan FA, ditangkap di Bekasi.
Penangkapan berlanjut pada 4 September, dengan Densus 88 Antiteror mengamankan HS di Bangka Belitung dan ER di Cibitung, Bekasi. Terakhir, pada 5 September 2024, RS ditangkap di Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Dalam penyelidikan, ketujuh orang ini terbukti mengunggah ancaman yang mengarah pada tindakan kekerasan melalui media sosial.
Salah satu contohnya, RS memposting provokasi di TikTok dengan mengatakan, “Gue dah di istana mau nembak si Paus,” pada 5 September 2024.
Sementara itu, HS menulis ancaman di media sosial dengan narasi, “Saya akan bom Paus, saya teroris, hati-hati saja. Tunggu kabar ya.”
Meski demikian, tidak ada barang bukti berupa bom atau senjata yang ditemukan saat penangkapan. Densus 88 hanya menyita bukti digital berupa kata-kata, gambar, dan logo yang terkait dengan ancaman mereka terhadap Paus Fransiskus.
Paus sendiri telah meninggalkan Indonesia pada siang hari 6 September 2024, untuk melanjutkan perjalanan apostoliknya ke Papua Nugini, kemudian ke Timor Leste dan Singapura.