Friday, May 3, 2024
PendidikanProfil RA Kartini, Pahlawan Emansipasi Wanita Indonesia

Profil RA Kartini, Pahlawan Emansipasi Wanita Indonesia

Reformasi.co.id – Setiap tahun, tepat pada tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini. Hari yang dihormati ini merujuk pada tanggal kelahiran seorang tokoh yang tak terlupakan dalam sejarah Indonesia, Raden Adjeng Kartini.

R.A. Kartini adalah seorang pahlawan nasional yang terkenal karena perjuangannya dalam mendorong emansipasi wanita di negeri ini. Ia juga dikenal sebagai pelopor kesetaraan antara gender di Indonesia.

Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, pada tanggal 21 April 1879, dengan nama lengkap Raden Adjeng Kartini Djojo Adhiningrat.

Kedua orang tuanya berasal dari latar belakang yang berbeda; ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, merupakan seorang patih yang diangkat sebagai Bupati Jepara, sementara ibunya, M.A. Ngasirah, berasal dari keluarga biasa, sebagai anak seorang kiai di Telukawur, Jepara.

Kartini tumbuh dalam lingkungan priyayi atau bangsawan Jawa, namun, ibunya bukanlah seorang bangsawan, sehingga ayahnya kemudian menikah lagi dengan wanita dari kalangan bangsawan tinggi.

Kartini adalah anak kelima dari sebelas bersaudara, dan merupakan anak perempuan tertua di antara saudara-saudaranya.

Meskipun Kartini diperbolehkan bersekolah di Europese Lagere School (ELS) hingga usia 12 tahun, setelah itu ia harus tinggal di rumah untuk dipersiapkan menjadi seorang istri.

Namun, dengan keahliannya dalam bahasa Belanda, Kartini terus belajar sendiri dan menjalin korespondensi dengan teman-teman dari Belanda, termasuk Rosa Abendanon, yang memberinya banyak dukungan.

Kartini mulai terinspirasi oleh pemikiran-pemikiran perempuan Eropa yang maju, yang mendorongnya untuk memajukan perempuan pribumi di Indonesia, menyadari bahwa mereka berada pada status sosial yang rendah.

Tidak hanya memperjuangkan emansipasi wanita, Kartini juga peduli pada masalah sosial umum.

Pada usia 24 tahun, Kartini menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, seorang bupati yang sudah memiliki tiga istri sebelumnya.

Suaminya sangat mendukung perjuangan Kartini, bahkan memfasilitasi pendirian sekolah wanita di daerah Rembang.

Namun, perjuangan Kartini terhenti saat ia meninggal dunia pada tanggal 17 September 1904, hanya beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya, Soesalit Djojoadhiningrat. Ia meninggalkan warisan yang besar dalam perjuangan emansipasi wanita di Indonesia.

Setelah kematiannya, surat-surat yang ditulis oleh Kartini kepada teman-temannya di Eropa dikumpulkan dan diterbitkan oleh Mr. J.H. Abendanon, seorang pejabat Belanda.

Buku tersebut, yang diberi judul “Door Duisternis tot Licht” (“Dari Kegelapan Menuju Cahaya”), menjadi terkenal dan memengaruhi pemikiran masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa.

Pemikiran Kartini juga menginspirasi tokoh-tokoh nasionalis Indonesia, seperti W.R. Soepratman yang menciptakan lagu “Ibu Kita Kartini”.

Dengan itu, warisan dan perjuangan Kartini terus hidup dalam semangat perjuangan kesetaraan dan keadilan di Indonesia.

Demikianlah, kisah singkat tentang perjalanan hidup dan perjuangan R.A. Kartini, seorang tokoh yang tidak hanya menginspirasi generasinya, tetapi juga generasi-generasi berikutnya dalam mengejar impian kesetaraan dan keadilan bagi wanita di Indonesia.

Ikuti berita dan informasi terbaru Reformasi.co.id di Google News.

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Terkini

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com