Indramayu, Reformasi.co.id – Ketua Exponen 98 PDI Perjuangan Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Ade Rahadi, mengkritik keras tindakan arogansi yang muncul dalam beberapa aksi unjuk rasa belakangan ini.
Aksi tersebut dilakukan oleh kelompok masyarakat yang menamakan diri sebagai Topi Jerami Indramayu. Ia menyayangkan perusakan fasilitas umum yang terjadi, mengingat perusakan tersebut melanggar Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengancam pelakunya dengan pidana penjara hingga lima tahun enam bulan.
Ade juga menegaskan bahwa Nina Agustina masih memegang jabatan sebagai Bupati Indramayu. Oleh karena itu, ia menilai tindakan perusakan foto Bupati dalam aksi yang diikuti oleh puluhan orang tersebut sebagai bentuk pelanggaran.
“Bu Nina masih menjabat sebagai Bupati definitif. Tidak ada dasar hukum untuk aksi perusakan itu. Saya sangat menyayangkan hal ini,” ujar Ade Rahadi pada Selasa (2/10/2024).
Ade Rahadi juga mengungkapkan rasa malunya atas tindakan-tindakan yang melanggar norma hukum tersebut. Ia menyebutkan bahwa perusakan fasilitas umum telah diatur dalam Pasal 406 KUHP, yang mengancam pelakunya dengan pidana penjara hingga dua tahun delapan bulan atau denda maksimal empat ribu lima ratus rupiah.
Selain itu, dalam UU 1/2023 Pasal 521 ayat (1), tindakan perusakan dan penghancuran barang dijelaskan sebagai bentuk pelanggaran serius.
“Kejadian perusakan fasilitas umum pada aksi 30 September 2024 itu sudah tersebar luas melalui video. Saya berharap Pemkab Indramayu dapat merespons dengan tegas,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga ketertiban dan ketenangan dalam menyampaikan pendapat. Demonstrasi seharusnya dilakukan dengan santun, menghormati norma-norma, serta tidak merusak fasilitas umum yang dibangun untuk kepentingan rakyat.
“Semua harus dilakukan dengan cara yang beradab, menghormati budaya kita, dan tidak merugikan masyarakat,” tegasnya.
Ade Rahadi juga menyoroti pentingnya mengikuti prosedur hukum dalam mengadakan aksi unjuk rasa, di mana pemberitahuan tertulis kepada pihak kepolisian wajib dilakukan setidaknya 3×24 jam sebelum aksi dimulai, sesuai dengan Pasal 11 UU Nomor 9 Tahun 1998. Ia menekankan bahwa penyampaian pendapat harus dilakukan dengan aman, tertib, damai, dan bertanggung jawab.
“Saya secara tegas menolak segala bentuk kekerasan, anarkisme, radikalisme, dan tindakan yang memecah belah dalam aksi unjuk rasa,” ungkap Ade.
Ia pun mendukung penuh langkah tegas yang diambil oleh pihak kepolisian dan TNI dalam menangani para pelaku kerusuhan. Menurutnya, menjaga keamanan dan ketertiban di Indramayu adalah tanggung jawab bersama.
Menutup pernyataannya, Ade mendesak Polres Indramayu untuk segera menangkap para pelaku perusakan pada aksi 30 September 2024, mengingat bukti-bukti berupa video dan foto yang telah tersebar di media sosial.
“Wajah para pelaku sudah terlihat jelas, jadi saya berharap agar tindakan hukum segera diambil,” tuturnya. Pada hari Kesaktian Pancasila ini, ia berharap hukum dapat ditegakkan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Ade juga menekankan dukungannya terhadap partai yang mengusung Nina Agustina dan Tobroni. Ia menghimbau agar pendukung partai tidak mudah terprovokasi dan tetap menjaga ketenangan.
“Saya sangat mendukung jika aparat segera mengusut dan menindak tegas para pelaku perusakan,” pungkasnya.