Reformasi.co.id – Istilah “mokel” menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa Timur, ketika bulan Ramadhan tiba. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan mokel di bulan puasa?
Mokel, secara umum, adalah salah satu istilah dalam bahasa gaul yang kerap digunakan di tengah masyarakat. Namun, di bulan puasa, konotasinya berubah menjadi sesuatu yang bernilai negatif.
Dikutip dari berbagai sumber, mokel dalam konteks bulan puasa adalah tindakan yang membatalkan puasa sebelum waktu berbuka tiba. Tindakan ini sering kali dilakukan dengan sengaja, seperti makan atau minum sebelum adzan Magrib berkumandang.
Selain mokel, terdapat pula istilah lain yang memiliki makna serupa, seperti godin dan mokak. Ketiganya memiliki kesamaan dalam konteks membatalkan puasa secara prematur.
Dalam Islam, puasa Ramadhan merupakan salah satu kewajiban bagi umat Muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Namun, terdapat pengecualian dalam hukum membatalkan puasa, yaitu dengan adanya uzur syar’i (alasan yang dibolehkan) dan tanpa uzur syar’i.
Uzur syar’i adalah segala halangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang menghalangi seseorang untuk melanjutkan atau melaksanakan kewajibannya. Dalam konteks membatalkan puasa, uzur syar’i bisa termasuk kondisi kesehatan yang mengharuskan seseorang untuk berbuka.
Namun, membatalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat Islam dianggap sebagai perbuatan yang haram. Dalam hal ini, seseorang wajib mengqada puasa yang telah dibatalkan atau menggantinya di lain waktu.
Dengan demikian, mokel di bulan puasa bukan hanya sekadar istilah gaul, melainkan juga memiliki implikasi hukum dalam praktik ibadah umat Muslim. Meninggalkan ibadah wajib seperti puasa Ramadhan tanpa uzur syar’i dapat mendatangkan dosa bagi pelakunya.
Oleh karena itu, pemahaman yang benar mengenai makna dan konsekuensi dari mokel di bulan puasa sangatlah penting bagi umat Muslim.