Malang, Reformasi.co.id – Piyono (61 tahun) dijatuhi hukuman penjara selama 5 bulan karena hobinya memelihara ikan aligator gar.
Dia ditangkap oleh Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim karena melanggar Undang-Undang Perikanan. Memelihara ikan jenis ini memang dilarang karena dapat menyebabkan kerugian.
Piyono ditahan sejak 6 Agustus 2024 di Lapas Kelas I Malang dan divonis bersalah pada 9 September 2024. Bagaimana perjalanan kasus ini? Berikut kronologinya.
Piyono mulai memelihara ikan alligator gar sejak 2008. Ia membeli 8 ekor ikan di pasar hewan Splindid, Kota Malang, dengan harga Rp 10 ribu per ekor.
Pada 2 Februari 2024, polisi mendatangi kolam pemancingannya di Kelurahan Sawojajar, Malang, setelah mendapatkan laporan dari warga. Di sana, polisi menemukan lima ekor ikan alligator gar yang dipelihara Piyono.
Pada 22 Februari 2025, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar dari wilayah Surabaya ikut memeriksa kolam pemancingan tersebut. Akhirnya, pada 6 Agustus 2024, Piyono resmi ditahan.
Dalam sidang, hakim menyatakan Piyono bersalah berdasarkan Pasal 88 Jo Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perikanan Jo PERMEN-KP No. 19/PERMEN-KP/2020.
AKBP Damus Asa, Kepala Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim, mengingatkan masyarakat agar tidak terlibat dalam jual-beli atau memelihara ikan alligator. Jenis ikan ini dianggap sebagai spesies invasif yang bisa merusak ekosistem lokal.
“Ikan alligator bukan berasal dari Indonesia dan dapat mengancam ekosistem lokal. Jika ada yang melanggar, baik menjual maupun memelihara, maka akan dikenai hukuman sesuai undang-undang yang berlaku,” jelasnya.
Aturan terkait ini tercantum dalam Pasal 88 Jo Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang melarang kegiatan jual-beli, memelihara, atau menyebarkan spesies yang berbahaya bagi lingkungan perairan di Indonesia.
Kuasa hukum Piyono, Guntur Putra Abadi, mengajukan keberatan terhadap putusan hakim. Dia menyatakan bahwa ikan yang dipelihara kliennya tidak dilepas ke alam bebas, melainkan hanya di kolam pribadinya sejak 2008.
“Terdakwa hanya memelihara ikan di kolam pribadi dan tidak ada niat untuk merusak ekosistem. Selain itu, banyak juga yang menjual ikan ini, namun tidak ada sosialisasi dari pihak terkait tentang larangan ini,” ujar Guntur.
Guntur juga menambahkan bahwa Piyono sudah memelihara ikan tersebut jauh sebelum undang-undang yang melarangnya diterbitkan pada 2020. “Klien saya merasa tidak bersalah karena ikan itu dipelihara sejak lama,” tambahnya.
Meski dilarang, ikan alligator gar masih banyak dijual di beberapa toko di Surabaya. Harga ikan ini bervariasi, mulai dari belasan hingga ratusan ribu rupiah tergantung ukuran dan jenisnya.
Polisi terus mengimbau masyarakat agar melaporkan jika menemukan praktik jual-beli ikan predator ini. “Jika ada informasi terkait penjualan ikan alligator, segera laporkan kepada kami,” tegas Damus.
Masyarakat juga diingatkan untuk tidak mendukung perdagangan ilegal yang dapat merusak ekosistem. “Perlindungan ekosistem sangat penting untuk keberlangsungan spesies dan habitat asli,” pungkasnya.
Walaupun dilarang, beberapa pedagang ikan hias di Surabaya masih menjual ikan alligator gar. Ikan ini dijual dengan harga Rp 30 ribu per ekor untuk ukuran kecil sekitar 10-20 cm. Salah satu pedagang bahkan mengatakan bahwa ikan ini cukup laris di pasaran.
“Ini ikan paling laris, sekarang hanya tersisa empat ekor,” ujar salah seorang pedagang yang tidak ingin disebutkan namanya.
Perawatan ikan alligator gar juga terbilang mudah, cukup memberi makan ikan kecil atau jangkrik. Meski dilarang, permintaan ikan ini tetap tinggi di pasar.